Menjelajah Sejarah Tokoh Penyebar Islam di Afrika Selatan dari Nusantara

Foto : https://www.aa.com.tr

Dalam kunjungan dakwah Habib Umar bin Hafidz ada begitu banyak hikmah, pengetahuan dan hal yang menarik. Salah satunya adalah saat murid Habib Umar asal Afrika Selatan menyampaikan bahwa beliau adalah anak orang Indonesia, dan Islam di Afrika Selatan hadir atas perjuangan dakwah Ulama asal Indonesia. Lalu, siapakah ulama yang beliau maksud? dan bagaimanakah kisahnya hingga beliau sampai Afrika? Maka mari, kita dalami bersama:

  • Islam di Afrika Selatan

  • Penyebar Islam di Afrika Selatan Asal Indonesia

  • Perjuangan Dakwahnya di Afrika Selatan 

  • Metode Dakwah Yang Digunakan

  • Mengambil Nilai-nilai Luhur Perjuangannya

Islam di Afrika Selatan

Agama Islam di Afrika Selatan adalah agama minoritas. Penganutnya sekitar 1.6% dari total populasi penduduk. Kelompok Islam Sunni jadi mayoritas, sementara kelompok Syiah menjadi bagian kecilnya, dengan presentase 95% Sunni, dan 5% Syiah. Islam awal datang ke Afrika Selatan melalui orang-orang Imigrasi paksa dari Hindia Belanda atau Indonesia sekarang yang dibawa ke Cape Colony pada tahun 1652 hingga 1800 M. Dari mereka datang dari berbagai kalangan, mulai dari budak, pengrajin, tahanan politik, hingga pengasingan politik.

Gelombang kedatangan islam selanjutnya adalah dari British India yang membawa pekerja buruh kontrak untuk bekerja di ladang tebu di Natal pada tahun 1860 hingga 1911. 7 hingga 10% dari 176.000 perkiraan buruh asal India adalah penganut agama Islam. Imigran Muslim dari Asia Selatan dan Afrika Utara juga meningkat setelah berakhirnya masa pemerintahan Apharteid pada tahun 1994. Lalu siapakah tokoh-tokoh penyebar dakwah Islam di Afrika Selatan?


Penyebar Islam di Afrika Selatan Asal Indonesia


Kehadiran Islam di Afrika Selatan tidak lepas dari pendakwah dan ulama asal Indonesia, yaitu Syekh Yusuf Al Makassari. Syekh Yusuf adalah ulama Indonesia asal Makassar yang lahir di Gowa, Sulawesi Selatan pada 13 Juli 1627.  Syekh Yusuf lahir dengan nama Muhammad Yusuf, yang merupakan nama pemberian dari Sultan Alauddin dari kerajaan Gowa.


Muhammad Yusuf muda belajar ilmu-ilmu keagamaan di Cikoang, kemudian mengembara ke berbagai tempat, termasuk pergi Haji ke Makkah pada usia 18 tahun, hingga menetap di Timur Tengah  semetara waktu untuk memperdalam ilmu disana.


Muhammad Yusuf sering mengembara untuk berdakwah, beliau banyak singgah di berbagai sudut Nusantara sesuai rute perkapalan saat itu. Di Banten misalnya, beliau sampai bersahabat dengan seorang pemuda, Putera Mahkota Banten, yang kelak bergelar Sultan Ageng Tirtayasa. Bukan hanya ke Banten, perjalanan dakwah beliau juga sampai ke Aceh, dan Gujarat, India. Beliau juga berguru dengan Ulama Yaman, Damaskus, hingga Turki. Karena begitu luas ilmunya serta besarnya perjuangan dakwahnya, banyak masyarakat menghargainya dengan menyebut Syekh Yusuf Al Makassari, menyesuaikan pula daerah asal beliau dari Makassar.


Tokoh pendakwah lainnya asal Indonesia yang berjasa menyebarkan islam di Afrika Selatan adalah Imam Abdullah Ibn Kadi (Qadri) Abdus Salam. Beliau dikenal sebagai Tuan Guru, seorang putra Qadi yang lahir pada 1712 dan merupakan seorang Pangeran dari Kerajaan Tidore. Jika diruntut, nasabnya sampai ke Sultan Maroko dan Nabi Muhammad SAW. 

 

Lalu, bagaimana  para tokoh ini bisa sampai ke Afrika Selatan, dan bagaimanakah kisah perjuangan dakwahnya?


Kisah Perjuangan Dakwahnya di Afrika Selatan


Syekh Yusuf dinilai membahayakan VOC di Indonesia. Sembilan tahun lamanya diasingkan ke Srilanka, Syekh Yusuf tetap bisa menyulut pemberontakan terhadap VOC di Banten dan Gowa. Melalui perantara orang-orang Nusantara yang melewati Srilanka untuk rute perjalan haji, Syekh Yusuf mengirimkan surat ke para pengikutnya di Banten dan Gowa dengan menggunakan berbagai nama yang berbeda.


VOC makin geram dengan Syekh Yusuf, akhirnya beliau diasingkan ke tempat yang lebih jauh lagi. Pada 7 Juli 1693, kapal De Voetboeg memulai pelayarannya dari Ceylon, Srilanka sekarang. Rempah-rempah, buah-buahan masih segar, budak, sutera, keramik China, dan seorang tahanan politik: Syekh Yusuf Al Makassari Al Bantani bersama pula dengannya; 49 pengikutnya, 2 orang isteri, 12 santri, 2 pembantu wanita, 14 sahabat, putra-putri, serta hamba-hambanya dibawa dengan kapal yang memilki panjang 130 kaki dan lebar 32 kaki.


Pada 2 April 1694, kapal yang membawa Syekh Yusuf dan rombongannya tiba di Tanjung Harapan, setelah berlayar selama 8 bulan 23 hari. Kapten kapal berkebangsaan Belanda yang bernama Van Beuren, pun masuk islam atas bimbingan Syekh Yusuf, dan ikut bersama Syekh Yusuf menetap di Afrika Selatan. Syekh Yusuf kemudian dipindahkan ke sebuah lahan pertanian milik Dominus Petrus Kalden di Zandvliet (kini Madagaskar), berdekatan dengan muara sungai Eerste pada 14 Juni 1694. Beliau disambut begitu meriah oleh gubernur Simon van der Stel. VOC memindahkan ke tempat tersebut supaya Syekh Yusuf tak dapat mejalin hubungan dengan orang Nusantara yang datang lebih dahulu.


Tak pantang menyerah, Syekh Yusuf kemudian menjadikan Cape Town sebagai titik temu bagi para budak yang melarikan diri serta tahanan lainnya dari Timur. Sekumpulan itu kemudian mendirikan basis kecil di Kota itu untuk menyebarkan ajaran Islam. Di kawasan yang kelak dinamai sebagai Macassar, kedua belas murid Syekh Yusuf kemudian menjadi pembesar agama disana. Menurut sebuah kronik yang dibuat oleh Ebrahim Mahomed Mahida dalam History of Muslims in South Africa (1993), komunitas yang dijalankan Syaikh Yusuf menjadi basis pertama perkembangan Islam di Afrika Selatan.


Pada 6 April 1780, Imam Abdullah Kadi Abdus Salam atau Tuan Guru dibawa oleh VOC ke Cape Town bersama dengan Callie Abdul Rauf, Badruddin, dan Nur Iman. Mereka kemudian ditahan di Pulau Robben. Tuan Guru yang hafal Al Qur’an kemudian menulis tangan beberapa salinan Al Qur’an di tahanan Pulau Robben. Beliau juga mengarang kitab Ma’rifat al Islam wa al Iman, sebuah kitab kalam yang selesai ditulisnya pada tahun 1781.


Tahun 1793 Tuan Guru dibebaskan dari tahanan Pulau Robben, kemudian menetap di Dorp Street. Tuan Guru kemudian menikah dengan Kaija Van De Kaap, dan dianugerahi 2 Putra bernama Abdul Rakiep dan Abdul Rauf. Kedua putranya menjadi tokoh penting perkembangan islam di Cape Town.


Perjuangan tak berhenti, Tuan Guru kemudian mendirikan Madrasah untuk para keturunan buangan politik dan orang berkulit hitam. Madrasah yang beliau dirikan menjadi institusi pendidikan pertama di Cape Town yang banyak mengislamkan orang-orang lokal. Al Qur’an dan baca tulis arab diajarkan di Madrasah ini. Imam-imam terkemuka banyak yang lahir dari Madrasah ini, seperti Imam Abdul Bazier, Abdul Barrie, Ahmad al-Bengalen, dan Imam Hadjie.


Pada tahun 1795, kekuasaan atas Cape Town diambil oleh Inggris. Gubernur Inggris, Jenderal Craig lebih terbuka dan memberikan keleluasaan kepada kaum muslimin untuk mendirikan masjid. Mendapat peluang, Tuan Guru lalu berinisiatif untuk menggabungkan bangunan rumahnya dengan Madrasah menjadi Masjid. Masjid ini kemudian diberi nama Masjid Al Awwal, masjid pertama yang didirikan di Afrika Selatan. Tuan Guru Imam Abdullah kelak dikenal masyarakat Afrika Selatan sebagai perintis dan Mufti pertama di Cape Town.


Lalu, bagaimanakah para tokoh-tokoh pendakwah tersebut dapat menarik penduduk lokal untuk mengenal islam dan nilai luhurnya, dan bagaimana metode dakwah mereka?


Metode Dakwah Yang Digunakan


Rasa-rasanya para tokoh ini menggunakan kombinasi berbagai metode dakwah seperti Dakwah bil Lisan, Dakwah bil Haal, Dakwah bit Tadwin, dan juga Dakwah bil Hikmah. Syekh Yusuf yang berdakwah kepada budak dan tahanan politik, juga Tuan Guru Imam Abdullah lewat tulisan dan Madrasah yang dirintisnya. Ajaran Islam yang mengajarkan toleransi, keadilan dan menghargai perbedaan menjadi menarik dan relevan bagi masyarakat lokal yang saat itu mendapat perlakuan yang tidak adil, dan semena-mena. Menurut Hamdar Arraiyyah, Peneliti Senior Pusat Riset Khasanah Keagamaan dan Peradaban BRIN, pada saat itu di Afrika Selatan penduduk setempat yang berlainan suku, bahasa, dan agama diperlakukan sebagai budak. Mereka berlindung di bawah kepempinan Syekh Yusuf dan para ulama lainnya yang terus melakukan perlawanan terhadap penjajahan. Karena itu, tiga abad kemudian Syekh Yusuf menjadi inisiator bagi tokoh perjuangan Afrika Selatan, Nelson Mandela dalam menghadapi rezim Apartheid. Rezim yang mengotak-kotakkan penduduk di Afrika Seltan dengan menjadikan kasta tertinggi bagi orang berkulit putih dan kasta terendah bagi orang berkulit hitam.


Sebuah perjalanan panjang tokoh-tokoh ulama asal Indonesia yang berdakwah dan menyebarkan ajaran Islam di tanah Afrika Selatan. Setelah mengenal dan mengikuti kisahnya walau secara ringkas, maka mari kita gali lebih dalam nilai-nilai luhurnya.


Mengambil Nilai-nilai Luhur Perjuangannya


Islam di Afrika Selatan memang tidak mendominasi dan bukan menjadi agama mayoritas yang dianut warganya. Islam memang hanya ada di 1.5% penduduknya. Namun, perjuangan mungkin tidak selamanya dapat dinilai dari angka dan rasio. Kehadiran Islam di Afrika Selatan melalui Ulama-ulama Nusantara bukan saja soal menyebarkan Islam, tetapi juga mengajarkan masyarakat Afrika Selatan untuk memerdekakan diri dari kekangan yang begitu mengikat, dari penguasaan golongan tertentu atas golongan tertentu yang tidak didasari dengan keadilan.


“Bahwa  yang hitam dan putih adalah sama, bahwa yang bangsawan dan budak pun tidak berbeda, karena yang membedakan manusia di hadapan Tuhan adalah nilai imannya.” Begitulan Kata Nelson Mandela dalam pidatonya saat menganugerahkan gelar kepahlawanan untuk Syekh Yusuf.


Demikianlah sedikit sejarah dan kisah dari tokoh-tokoh ulama Nusantara penyebar Islam di Afrika Selatan. Semoga dengan mengetahui ini tidak hanya dapat menambah wawasan dan juga kecintaan terhadap ulama-ulama Nusantara, namun juga dapat mengambil nilai-nilai positif perjuangan dakwahnya, sehingga diharapkan dapat diaplikasikan di kehidupan sehari-hari.

Post a Comment for "Menjelajah Sejarah Tokoh Penyebar Islam di Afrika Selatan dari Nusantara"